Bab 8. Jodoh yang menjauh?

Do you catch a breath when I look at you?

Are you holding back like the way you do?

Lirik lagu milik David Archuleta itu tiba-tiba terngiang di telinga Andara saat ia melihat sosok Shota dari kejauhan. Pria itu tengah mendorong trolley berisi tumpukan dokumen. Sepertinya ia menyadari keberadaan Andara yang tengah berjalan dari arah yang berlawanan.

Pipi Andara memerah.

Paduan kemeja putih flanel dan kalung tanda pengenal berwarna biru yang dikenakan Shota telah membuat dadanya berdegup.

Padahal para pekerja lain juga banyak yang mengenakan warna pakaian yang sama. Tapi hanya Shota yang penampilannya dapat membuat Andara gugup.

"Konnichiwa (Selamat siang)" sapa Shota ramah.

Andara mengangguk. Bibirnya kelu. Ia tidak bisa membalas sapaan Shota. Pipinya semakin memerah. Ia berusaha mengendalikann perasaannya. Maklum, Shota tidak seorang diri. Ia berjalan bersama dengan dua staf pria lain dari divisi yang sama. Tak mungkin Andara menunjukkan keakrabannya dengan Shota. Di depan para pekerja lain, Andara harus memanggil Shota sebagai Maruyama. Ya, ia harus mengikuti budaya yang berlaku di negeri ini. Memanggil kolega dengan nama belakang.

Lirikan mata Shota nyaris membuatnya terjungkal.

Pipi Andara tambah memerah. Ia tidak kuasa lagi menyembunyikan kecanggungannya. Pesona Shota benar-benar membuatnya bertekuk lutut. Tapi masa ia harus berteriak di tempat?

Saat sedang canggung-canggungnya, hidung Andara tiba-tiba terasa gatal. Satu, dua, tiga, "hachooo".

Gadis kurus kering itu melongo.
Ia bisa melihat gerakan slow motion dari air yang keluar dari hidungnya

One, two, three.
Air tersebut mendarat manis di kerah kemeja Shota.

Wajah Andara membiru.
Air itu? Masa ingusnya?

Oh my God!!!
Andara menelan ludah. Di dalam hati, ia mengutuk Esqa yang telah membuatnya meriang selama dua hari ini!
Gara-gara ide aneh Esqa, ia terpaksa bermalam di kantor untuk menunggu penampakan hantu. Dua malam ini, mereka tidur di kantor dengan menggunakan sleeping bag. Aktivitas memburu hantu itu tak hanya membuat Andara kurang tidur, tapi ia juga jadi sakit karena masuk angin. Sejak tadi malam, baik ingus maupun bersinnya sama sekali tidak mau berhenti.

Pengorbanan yang telah dilakukan Andara ternyata tidak sebanding dengan hasilnya. Alih-alih menemukan petunjuk, Esqa malah mengundang kehadiran makhluk halus yang bersemayam di kantor. Tentu saja Esqa yang tidak bisa melihat keberadaan makhluk halus bisa pulang dengan selamat. Tapi tidak dengan Andara!

Pagi ini, ia melihat sebuah sosok hantu berambut panjang di toilet wanita. Ia hampir pingsan saat melihat bayangan hantu itu yang menghilang di balik pintu toilet.

Beberapa menit yang lalu, ia merasakan sebuah sentuhan dengan hawa dingin di tengkuknya. Andara tidak mau menoleh. Ia tahu ada sesuatu yang berusaha mengganggunya di tangga.

Cilakanya, Esqa baru mengetahui teknik memanggil hantu dan belum selesai mempelajari teknik memulangkan hantu ke tempat kediamannya.

Andara benar-benar emosi. Esqa telah membuat kedamaiannya terganggu. Bahkan ia mendapatkan insiden baru yang tidak akan bisa terlupakan sampai kapanpun.

Insiden ingus yang menempel di kemeja kecengan!

Damn!!!!
Ingin rasanya Andara mencekik Esqa sekarang juga!

Gadis itu terdiam mematung.
Ia tidak tahu harus berbuat apa.
Meminta maaf terlebih dahulu?
Menyeka ingus yang menempel di kemeja Shota?
Atau membersihkan sisa ingus yang masih menempel di hidungnya?!

"Arghhhhhhh, pengennnn pulangg ke indo ajaaaaaaa kalau giniiiiiiiii" gumam Andara panik. Rasa malu, marah dan bingungnya menjadi satu.

Di antara seluruh kesialan yang hari ini terjadi di muka bumi, kenapa ia harus mendapatkan kesialan yang ada hubungannya dengan Shota?!

Lamunan Andara buyar. Shota buru-buru membersihkan kerah kemeja flanelnya dengan sapu tangan. Pria itu bahkan menawarkan seplastik tisu agar Andara bisa membersihkan sisa ingus yang masih menempel di hidungnya.

Andara buru-buru mengambil tisu itu dan berlari sekencang-kencangnya ke belakang gedung.

Ia bersumpah pada dirinya sendiri. Ia tidak mau lagi mengunjungi ruangan administrasi!!! Dua kolega Shota tadi pasti mengenali wajahnya! Siapa lagi orang asing wanita yang ada di kantor ini selain dirinya!

Andara bersembunyi di balik pilar gedung yang tinggi. Ia kemudian mengambil teleponnya dan mengetik sebuah pesan untuk Esqandar.
"Please bring my cardigan.... I need to change my clothes immediately!".
Rupanya kemeja Andara juga ternoda oleh ingusnya sendiri.

Saat ia baru saja akan mengirimkan pesan itu, tiba-tiba teleponnya menerima sebuah pesan masuk.
"Daijoubu? Are you ok?".

Mata Andara terbelalak.
Ia gemetar saat membaca nama sang pengirim pesan.

Maruyama Shota.

Gadis itu bertambah cemas. Apakah Shota meminta biaya laundry? Atau uang permintaan maaf?

Suasana berubah menjadi sangat tegang. Andara mencoba membalas pertanyaan Shota dengan jari yang gemetar.
"Tidak apa-apa".

"Kamu sakit? Sekarang dimana?".

Andara menelan ludah. Apakah ia berani bertatap muka dengan pria itu sekali lagi?

"Dekat gudang pembuangan sampah".

"Kenapa itu di situ nanti makin sakit. Ya sudah aku kesana ya".

Cara Shota mendesak Andara membuat gadis itu semakin kalut. Kenapa dia ngotot mau bertemu sih, gerutunya. Andara kembali mengetik pesan balasan. Ia tidak menyadari bahaya di balik fungsi auto-correction di fitur telepon pintarnya.

Ketika ia mencoba menyelesaikan kalimat kata i am really ok lol-
Huruf lol itu berubah otomatis menjadi love.

Sent.

Andara menelan ludah. Ia segera mencari tanda untuk cancel, delete message atau apapun itu!!!! Sebelum Shota membaca pesan yang salah terkirim itu!

Malang sekali, tangan Andara kalah cepat.

Status pesan itu dalam sekejap berubah menjadi, Read

Andara membaca perubahan status itu sekali lagi.
Read.

Read.

Read.

No waaaaaaaaay!, teriak Andara panik.

Ada apa dengan tangannya?! Kenapa dia bisa sampai typo?!

Bagaimana kalau Shota menganggapnya murahan dan terlalu agresif?

"Ya ampun, pasti imej aku jelek bangetttt sekarang!!! Udah ngeludahin dia trus gue bilang love pula..it doesn't make sense in many ways!!!!!!". Andara menepuk kedua pipinya lalu tertunduk lemas.

"Apa yang tidak make sense?".

Suara itu.

Andara mengangkat kepala.

Shota tengah berjalan mendekati dirinya.

Pria itu membawa sebuah kaleng minuman hangat. Ia menyerahkan minuman jus jeruk hangat itu ke tangan Andara. Tangan mereka pun tanpa sengaja bersentuhan.

Andara cepat-cepat menarik tangannya. Ia merasa canggung sekaligus malu. Di perutnya kini seperti ada kupu-kupu yang beterbangan ke sana kemari. Kupu-kupu itu kemudian bergerak ke bagian atas tubuhnya. Seketika ia merasakan sebuah hawa panas yang memenuhi seluruh rongga dadanya.

"It's ok, kamu tidak usah memikirkan kejadian tadi. Aku tahu kamu tidak sengaja" ucap Shota pelan. Sepertinya pria itu mengetahui alasan di balik kegugupan Andara.

"Maaf..." sahut Andara pelan.

Mereka berdua terdiam selama beberapa menit.

Tak hanya Andara, Shota pun terlihat canggung.

Bersinnya Andara menjadi momen bagi Shota untuk memulai pembicaraan.

"Tuh kan, kamu kayanya tidak sehat. Ayo, aku antar beli obat... atau kamu mau diantar ke dokter?".

Andara menolak tawaran Shota dengan halus. "Maruyama-san, kamu tidak perlu repot-repot. Nanti aku mengganggu waktu kerjamu".

"Sudah kubilang jika kita sedang berdua, panggil saja aku Shota".

Andara menatap wajah Shota yang terlihat serius.

"Aku...".

Pria itu terdiam.

Andara sempat berusaha menunggu lanjutan kata-kata pria itu, tapi sayang sekali tubuhnya sudah tidak bisa diajak kerjasama.

Kepalanya pusing. Matanya panas. Tenggorokannya kering.

"An... Andara...." panggil Shota panik.

Tubuh gadis itu terbanting ke permukaan lantai.

Sebelum pingsan, ia mendengar sebuah suara samar-samar. Suara seorang wanita yang terdengar tengah menahan sakit.

"Tolong aku....".

Andara mencoba mencari sumber suara tersebut.

Namun, ia keburu tumbang. Suara itu tetap menjadi misteri yang belum bisa terpecahkan.

***

Aroma teh kamomil.

Keharuman aroma teh itu telah membuat Andara siuman. Gadis itu pelan-pelan membuka mata. Ia sempat terkejut saat melihat seorang wanita cantik yang tengah duduk di dekatnya.

"Han...hantu!!!" pekik Andara histeris.

Wanita itu melempar senyum. Ia mendekati Andara dan memegang dahi gadis itu dengan sangat hati-hati.

"Sepertinya panasnya mulai turun..." ucapnya lembut.

Andara menatap wanita muda itu dengan wajah bingung. Siapa wanita ini? Dan kenapa aku bisa berada di sini?

Wanita itu kemudian berjalan pelan ke arah meja. Ia mengangkat gagang telepon dan memencet beberapa tombol.

"Halo, Murayama-san? Andara-san sudah siuman" ucap wanita itu.

"Siuman? Apa itu artinya tadi aku sempat pingsan?" gumam Andara bingung.

Tak lama kemudian, ia melihat sosok pria berkemeja flanel putih memasuki ruangan. Pria itu mengucapkan terima kasih dan mengambil selembar amplop cokelat berukuran B5.

"Sho... eh Maruyama...." panggil Andara pelan.

Shota berjalan mendekati Andara. Ia telah membawa tas Andara di tangan kanannya. "Ayo, aku antar ke dokter...kamu pakai masker ini dulu". Shota memasangkan sebuah masker ke wajah Andara dengan lembut. Pria itu kemudian juga memasang masker putih untuk dirinya sendiri.

Jantung Andara hampir copot. Bahkan ketika Shota bermasker pun, auranya benar-benar 'luar biasa' mempesona.

"Ayo..." ajak Shota.

"Ayo apa?".

"Ke dokter...".

"Loh ini bukannya dokter?".

Shota menggeleng. "Ini hanya klinik darurat kantor... kita harus ke klinik yang lebih besar".

"Kenapa?".

"Kamu mungkin kena influenza...".

"Oh, kalau obat influenza aku punya di rumah. Aku pulang saja".

Shota melongo. "How come? Obat itu kan tidak dijual bebas!". Andara tentu saja tidak tahu jika influenza yang dimaksud oleh Shota berbeda dengan penyakit flu yang sering diderita oleh orang Indonesia.

Buat orang Indonesia, influenza dianggap sebagai penyakit flu yang tidak masuk golongan berbahaya dan tidak perlu diisolasi. Sedangkan influenza di Jepang dikategorikan sebagai penyakit menular dan penderitanya tidak boleh berkeliaran dengan bebas selama masa penyembuhan.

"Jadi aku harus dikarantina? Kalau hasil tesnya positif?" tanya Andara kaget. Shota mengangguk. Ia memberhentikan taksi yang akan membawa mereka berdua ke klinik yang berlokasi paling dekat dengan rumah Andara.

Sepanjang perjalanan, Shota menjelaskan macam-macam penyakit umum yang sering diderita oleh para penduduk Jepang tatkala musim dingin akan berakhir.

"Influenza ada banyak jenisnya?" tanya Andara sambil turun dari taksi.

Shota mencoba menenangkan Andara yang terlihat ketakutan. Pria itu sebentar-bentar mengingatkan Andara untuk menuruti seluruh instruksi dokter. Andara jadi curiga. Jenis pemeriksaan apa yang akan ia alami? Kenapa Shota bolak-balik mengingatkan Andara untuk tidak melawan dokternya?

Dugaan Andara benar.

Setelah ia masuk ke dalam ruangan periksa, dokter tua yang mengenakan kacamata itu menunjukkan sebuah alat mirip kawat panjang dengan tambahan bulu-bulu di bagian ujung atasnya.

Tanpa aba-aba, dokter itu langsung memasukkan alat berbulu itu ke hidung Andara. Jantung Andara hampir berhenti. Pernapasannya bak diserang. Ia terkejut bukan main!

Tangan Andara refleks meninju wajah sang dokter.

Bak!!!!!!

Tinju Andara tepat mengenai hidung dokter tua tersebut.

Darah segar pun mengalir dari hidung sang dokter. Pria itu langsung jatuh tersungkur ke lantai.

"Dok...dokter!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!" teriak suster yang mengasistensi sang dokter. Ia membantu dokter tersebut untuk bangkit dari jatuhnya.

Andara terperanjat. Begitu juga dengan Shota yang tidak menyangka jika Andara baru saja memukul K.O. seorang dokter di klinik kesehatan swasta.

Mereka berdua saling menatap.

Shota dengan wajah cemas namun menahan tawa.

Andara dengan wajah panik dan menahan malu.

"Argh, ada apa dengan hari ini?!!!! Kenaaaapaaaaa aku sial betulllll............." jerit Andara stres.

Ia berharap insiden ini adalah insiden memalukan terakhir yang harus dialaminya bersama Shota. Fix, gara-gara insiden ini, Shota tidak mungkin mau melanjutkan hubungan ke arah yang lebih lanjut.

Andara hanya bisa meratapi kemalangannya.

Cinta ternyata memang susah diraih. Begitu pula dengan jodoh.

Terlihat dekat namun jauh.

Terlihat jauh dan ternyata benar-benar jauh.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top